Senin, 22 Mei 2017

7 ELEVEN

SEJARAH 7 ELEVEN


Sumber: http://www.mahkotamedical.com/wp-content/uploads/2016/07/7eleven-1.png
Pada bagian yang ke tiga ini, penulis akan membahas tentang 7-Elevn, salah satu Ritel yang mendunia. 7-Eleven adalah jaringan toko kelontong (convenience store) 24 jam asal Amerika Serikat yang sejak tahun 2005 kepemilikannya dipegang Seven & I Holdings Co., sebuah perusahaan Jepang. Pada tahun 2004, lebih dari 26.000 gerai 7-Eleven tersebar di 18 negara;[2] antara pasar terbesarnya adalah Amerika Serikat dan Jepang.
Didirikan pada tahun 1927 di Oak Cliff, Texas (kini masuk wilayah Dallas), nama "7-Eleven" mulai digunakan pada tahun 1946. Sebelum toko 24 jam pertama dibuka di Austin, Texas pada tahun 1962, 7-Eleven buka dari jam 7 pagi hingga 11 malam, dan karenanya bernama "7-Eleven" (7-Sebelas).
Tahun 1991, Southland Corporation yang merupakan pemilik 7-Eleven, sebagian besar sahamnya dijual kepada perusahaan jaringan supermarket Jepang, Ito-Yokado. Southland Corporation lalu diubah namanya menjadi 7-Eleven, Inc pada tahun 1999. Tahun 2005, seluruh saham 7-Eleven, Inc diambil alih Seven & I Holdings Co. sehingga perusahaan ini dimiliki sepenuhnya oleh pihak Jepang.
Setiap gerai 7-Eleven menjual berbagai jenis produk, umumnya makananminuman, dan majalah. Di berbagai negara, tersedia pula layanan seperti pembayaran tagihan serta penjualan makanan khas daerah. Produk khas 7-Eleven adalah Slurpee, sejenis minuman es dan Big Gulp, minuman soft drink berukuran besar.

Sumber: https://assets.entrepreneur.com/content/3x2/1300/pushing-ahead-classy-makeover-7-eleven-sells-fine-wine.jpg
Nongkrong di 7-Eleven saat ini menjadi tren gaya hidup baru sebagian warga Jakarta khususnya kalangan remaja. Pernahkah ada terpikir bagaimana sang pemilik 7-Eleven di Indonesia membawa ritel tersebut masuk ke Tanah Air? Ternyata bukan lah perkara mudah, berbagai perjuangan dilakukan hingga 7-Eleven memberikan lisensi. Hal ini dikisahkan oleh Presiden Direktur PT Modern Putra Indonesia, Henri Honoris selaku pemegang lisensi 7-Eleven di Indonesia. Ia mengatakan tidak mudah membuat pemilik 7-Eleven memberikan lisensi ke dirinya untuk membuka cabang di Indonesia. "Mereka bilang kalau mau membuka, kenapa harus di Indonesia? karena pada 2005-2006 Indonesia belum dilirik sama sekali," kata Henri dalam seminar Inspiration Young CEO Multimedia Marketer Crativentrepreneur E-Commerce Marketing Genius, di Gedung UOB, Menurut Henri, kalaupun 7-eleven buka di luar negeri lebih baik di Jerman, Prancis, Vietnam dan India. "Pasalnya saat itu sudah 17 tahun 7-Eleven belum membuka lisensi. Terakhir mereka buka lisensi adalah pada tahun 1993 untuk China dan Makau. Kenapa Henri ngebet dengan 7-Eleven? dikatakannya saat itu 7-Eleven belum ada di Indonesia apalagi usaha yang dipegangnya sedang lesu. Teknologi digital telah mengubah bisnis Moderen Grup. Pada saat peak di Tahun 2000 Pendapatan kami mencapai Rp 3 triliun namun turun drastis hanya menjadi Rp 200 miliar" tuturnya. Henri pun kembali ke Indonesia, untuk merestrukturisasi bisnis, menutup toko dan mengurangi karyawan, itu rasanya sakit sekali. \\\"Pada 2006 saya memutuskan untuk mencari bisnis baru dan ketemu 7-Eleven yang belum ada di Indonesia. Namun berulangkali pihak 7-Eleven menolak. \\\"Saya kirim email, kirim lay out, 2 tahun kirim email tidak ada jawaban, kita hampir menyerah tetapi Orang tua saya bilang terus tetap kirim email. Namun akhirnya mereka menjawab dan kami diundang untuk di interview" katanya. Diungkapkan Henri, mereka akhirnya interview dan pertanyaan mereka kenapa tertarik 7-Eleven harus ada di Indonesia. "Kita jelaskan, kalau kita punya dasar ritel, kalau diberi kepercayaan pasti sukses," ucapnya. Selama 6 bulan Hendri menunggu jawaban dari 7-Eleven, dan November 2009 akhirnya ia terpilih sebagai master franchisee ke-18."Alasannya kenapa kita dipilih? mereka bilang ternyata 7-Eleven percaya sekali dengan konsep entrepreneurship, karena 39.000 outletnya yang lain dikelola oleh UKM. Apalagi 7-Eleven di Indonesia dibuat berbeda, diluar negeri 7-Eleven isinya barang-barang kebutuhan sehari-hari. Sementara di Indonesia isinya makanan dan minuman siap saji."Namun mereka memberikan syarat, mereka ingin 7-Eleven dikelola oleh owner, karena ketika kita menemani mereka survei pasar, kita sebagai pemilik menemani langsung, mereka terkesan, sementara 2 pesaing mereka hanya mengirim direktur.7-Eleven saat ini telah melayani 75.000 custumer per hari, setelah 2 tahun 7-Eleven telah memiliki 73 outlet sebagian besar di Jakarta Pusat dan Jakarta 



Sumber: http://youtube.com/watch?v=ehSuNAEP9cM&t=71s



Akhir perjalanan 7-Eleven di Indonesia

Seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia akan ditutup per 30 Juni 2017. Gerai waralaba yang mulai aktif pada 7 November 2009 di Bulungan, Jakarta Selatan itu, mengalami "keterbatasan sumber daya yang dimiliki perseroan" untuk terus beroperasi. Apa pasal 7-Eleven harus berakhir setelah delapan tahun mewarnai kehidupan anak muda Ibu Kota?

Perusahaan kelontong asal Dallas, Texas, Amerika Serikat sejak 1927 ini, sahamnya telah diambil alih oleh supermarket asal Jepang pada 2005. Jaringan bisnis di bidang toko kelontong atau convenience store ala 7-Eleven inipun ikut marak di Indonesia--negara ke-17 di dunia yang membuka bisnis waralaba ini.

Pertama berdiri pada 2009, sebanyak 20 gerai dibuka di Jakarta. Pengelola 7-Eleven di Indonesia, PT Modern Sevel Indonesia, melakukan ekspansi besar-besaran pada 2012, dengan modal Rp250 miliar. Hingga 2014, gerai kelontong 7-Eleven sudah berdiri di 150 lokasi di Jakarta.

Berbeda dengan toko kelontong pada umumnya yang hanya jadi tempat membeli, 7-Eleven menawarkan tempat nongkrong untuk menikmatinya. Kemewahan yang sebelumnya hanya bisa didapat di restoran, bisa didapatkan lewat toko kelontong. Kepada The New York Times, pengunjung menyebutnya, "nongkrong gaya baru".

7-Eleven atau akrab dengan sebutan Sevel, menawarkan makanan dan minuman segar--termasuk minuman beralkohol--bahkan yang unik Sevel. Sebutlah Slurpee, es sirup aneka rasa yang bisa membuat lidah konsumennya berwarna-warni. Diciptakan dan dikembangkan dengan jenama Icee di Kansas, AS, minuman dingin ini dipopulerkan 7-Eleven dengan jenama Slurpee di Dallas, Texas, sejak 1965.

Sesuai namanya, konsep awal gerai 7-Eleven buka sejak pukul tujuh hingga sebelas malam. Di Indonesia, gerai kelontong modern lengkap dengan internet gratis ini, buka hingga 24 jam sehari. Praktik yang sama berlaku di negeri asalnya sejak 1962.

Namun pada 2015, pendapatan Sevel di Indonesia mulai merosot. Situasi ekonomi melemah, daya saing tinggi antar minimarket, serta melemahnya daya beli konsumen dinilai sebagai sebab. Perusahaan pun mengevaluasi kinerja toko yang tidak mencapai target untuk mengurangi biaya operasional.

Beberapa gerai Sevel mulai tutup sejak 2015. Tren itu rupanya berlanjut hingga 2017. Kinerja seret Sevel mulai tampak nyata saat diberlakukannya larangan menjual minuman beralkohol di minimarket pada 2015. Aturan yang sempat menuai kontroversi, hingga pemerintah menerbitkan kelonggaran terbatas.

Kinerja PT Modern Internasional Tbk., seperti dilaporkan Liputan6.com, cenderung turun hingga 2016. Per September 2016, pendapatan perseroan turun 31,37 persen menjadi Rp660,67 miliar. Perseroan pun menanggung rugi sekitar Rp162,02 miliar hingga kuartal III 2016. Sementara pada periode yang sama sebelumnya, bisa untung Rp11,77 miliar.

Lalu pada 19 April 2017, PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI)--anak perusahaan PT Charoen Pokphand Indonesia--berniat mengakuisisi PT Modern Sevel Indonesia (MSI) yang merupakan anak perusahaan PT Modern International Tbk. (MI). Akuisisi bernilai Rp1 triliun itu, membawa kabar baik bagi masa depan Sevel Indonesia.

PT MSI mau mempertimbangkan penjualan segmen usaha ini lantaran mengalami kerugian. Direktur PT Modern Internasional Tbk., Chandra Wijaya, mengatakan kerugian bisnis ini sebagai akibat dari "kompetisi pasar yang tinggi serta pengembangan segmen bisnis ini perlu modal besar pada masa yang akan datang."

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=WS2bBOvkKUQ





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Comments system

Disqus Shortname